(Why Do the Illuminati Reveal Themselves?)
Oleh: Aspen
Illuminati mengungkapkan dominasi mereka dengan menempatkan simbol-simbol mereka pada mata uang dolar, KTP, pelayanan masyarakat dan logo perusahaan. Monumen mereka, arsitektur, simbol isyarat tangan dan dalam video musik, film serta iklan. Mengapa mereka menyatakan kehadirannya bukan menjaga kerahasiaannya?
"Illuminati mempunyai karakteristik tersendiri sebagai serigala di antara kumpulan domba. Mereka bangga dengan menyatakan dan menggambarkan dirinya dan mereka secara terus menerus melakukannya. Pemangsa menerkam tengkuk korbannya. Mereka tidak hanya bergerak masuk namun juga sambil membunuh."
Mengapa Illuminati mengungkapkan dirinya seperti dalam KTP Baru Jerman? Mari kita mulai dengan mengulas beberapa jawabannya dengan "jelas".
1. "Illuminati membiarkan dirinya dibeberkan karena dengan demikian mereka dapat dengan leluasa menyebarkan pengaruhnya."
Analisa: Benar. Tidak ada surat perintah penangkapan – yang aku tahu - menunggu tindakan anggota Illuminati. Tidak ada hukum yang menentang mereka. Lagi pula, masyarakat pada umumnya belum percaya bahwa Illuminati itu ada, atau merupakan bahaya yang jelas pada masa saat ini.
2. "Dengan membeberkan dirinya, bagi Illuminati merupakan kemenangan yang menggembirakan, pertama kepada mereka yang menentang, dan kedua kepada mereka yang tidak tahu-menahu apa-apa yang sedang terjadi. Karena mereka tidak dapat membantu dirinya sendiri: Mereka harus membuang ke wajahnya sendiri."
Analisa: Meskipun hal ini sangat mungkin cocok dengan profil psikologis dan emosional Illuminati, namun sebagai penjelasan sudah sesuai.
3. "Secara rutin Illuminati menyajikan simbol-simbol secara konsisten untuk membiasakan agar masyarakat dunia menerima pengaruh mereka yang terus meningkat."
Analisa: RFID (Radio Frequency Identification) chip di kartu ID baru Jerman jauh lebih ampuh dan berpengaruh sebagai simbol Illuminati daripada Swastika atau gambar Baphomet. ID kartu RFID chip adalah pendahulu untuk implan chip biologis.
Illuminati sudah memberitahukan kepada kita mengenai rencana pemasangan chip RFID, chip RFID merupakan simbol. Namun, orang pada umumnya tidak memikirkannya bahwa chip RFID merupakan "simbol".
Secara mental orang mengkategorikan kartu RFID dan item-item terkait lainnya sebagai alat teknologi semata. Sebagai konsekuensinya jenis ‘simbol’ ini sampai ke lingkungan masyarakat. Illuminati memberitahukan kehadiran mereka dengan cara yang jauh lebih dalam daripada simbol-simbol visual yang statis. Alangkah bijaksana bilamana kita menunjukkan perhatian kepada simbol yang akan mempengaruhi jiwa kita termasuk tema-tema lainnya yang pengaruhnya lebih besar lagi.
Kembali ke pertanyaan dasar: Mengapa Illuminati mengungkapkan dirinya?. Mengapa tidak melakukan sepenuhnya secara rahasia, melakukan pembunuhan dari balik layar, melakukan serangan yang tidak kelihatan,sampai tujuan akhir secara total berhasil yang akhirnya menguasai secara total.
Sebagian jawabannya dapat ditemukan dalam artikel Portisch's nengenai KTP Jerman: “untuk membuat orang takut” (tapi TIDAK untuk “mempengaruhi mereka").
Illuminati menggambarkan dirinya sebagai serigala dalam kumpulan domba. Pemangsa menerkam mangsanya. Mereka tidak hanya bergerak masuk, juga melakukan pembunuhan.
Bau busuk si penguntit tercium. Bayangan setan haus darah, perubahan posisi yang mengerikan ... mangsa jadi ketakutan.
Generasi adrenalin lebih kuat dari nalar. Pemangsa dapat merasakan datangnya serangan. Panik menimpa si pemangsa, pada saat-saat menjelang final. Taktik defensif dilupakan,karena panik memperdayakannya. Pemangsa membuat pertarungan ungan liar untuk jalan keluar, akan tetapi si predator telah mengepung setiap jalan keluar.
sendiri sebagai serigala yang mengintai domba. Mereka mengeluarkan bau nafasnya, menampakkan bayangannya, melakukan gerakan menipu, dan umumnya bertujuan untuk menakuti-nakuti mangsanya. Pembunuhan akan tiba pada waktunya.
'Balas Dendam'
Ada alasan lain.
Kelompok inti Illuminati telah ada paling tidak selama dua ribu tahun lalu, mereka merasa dirinya sedang melaksanakan dendam kesumat yang sifat dasarnya berupa pertumpahan darah.
Illuminati tidak melihat diri mereka semata-mata sebagai pemegang kekuasaan, tetapi juga mengambil KEMBALI apa yang mereka anggap berhak untuk diambil dan kepemilikan alami (menurut) mereka: Mengendalikan Takdir Manusia. Dalam pikiran mereka, sejarah manusia merupakan perjalanan panjang peperangan.
The unexpected emergence of Christianity foisted -- or at least very seriously delayed -- a number of Illuminati plans. The accession of Christianity as a major social and political force spiraled out of control so rapidly that the comparatively small numbers of the ancient Illuminati were driven into hiding and secrecy. From this, the blood-feud -- the Vendetta -- emerged.
Timbulnya Kristen palsu - atau setidaknya sangat dipaksakan - beberapa rencana Illuminati. Meningkatnya Kristen sebagai kekuatan sosial dan politik di luar kendali naik terus sangat cepat sehingga relatif sejumlah kecil Illuminati kuno terdorong bersembunyi dalam kerahasiaan. Dari sini Dendam darah-permusuhan - muncul.
Ketika Illuminati mempublikasikan kehadiran mereka, tidaklah orang “biasa” dapat mendeteksi simbol-simbolnya dan memformulasikannya, paling apa yang dilihatnya sebagai teori konspirasi spektakuler. Ini adalah merupakan pengumuman terhadap harapan kemenangan mereka dengan cara dendam kesumat.
When the Illuminati announce their influence, it is meant to be the voicing of a threat to their enemies and their prey. "We have established yet another foothold. We are coming for you, in due time."
Ketika Illuminati mempermaklumkan pengaruh mereka, hal tersebut dimaksudkan untuk menyatakan ancaman kepada musuh-musuh dan mangsa mereka. "Kami sudah membangun tempat yang aman. Kami datang kepada Anda tepat pada waktunya.."
Diterjemahkan oleh: akhirzaman.infoSumber: Aspen
Terkait: Mengapa Illuminati Mengungkapkan Konspirasi?
Sejarah RFID ( Radio Frequency Identification)
Oleh: Zahra Karina
RFID (Radio Frequency Identification) atau Identifikasi Frekuensi Radio adalah sebuah metode identifikasi dengan menggunakan sarana yang disebut label RFID atau transponder untuk menyimpan dan mengambil data jarak jauh. Label atau kartu RFID adalah sebuah benda yang bisa dipasang atau dimasukkan di dalam sebuah produk, hewan atau bahkan manusia dengan tujuan untuk identifikasi menggunakan gelombang radio. Label RFID terdiri atas mikrochip silikon dan antena. Label yang pasif tidak membutuhkan sumber tenaga, sedangkan label yang aktif membutuhkan sumber tenaga untuk dapat berfungsi.
Sejarah Singkat RFID
Pada tahun 1946, Léon Theremin menemukan alat mata-mata untuk pemerintah Uni Soviet yang dapat memancarkan kembali gelombang radio dengan informasi suara. Gelombang suara menggetarkan sebuah diafrakma (diaphragm) yang mengubah sedikit bentuk resonator, yang kemudian memodulasi frekuensi radio yang terpantul. Walaupun alat ini adalah sebuah alat pendengar mata-mata yang pasif dan bukan sebuah kartu/label identitas, alat ini diakui sebagai benda pertama dan salah satu nenek-moyang teknologi RFID. Beberapa publikasi menyatakan bahwa teknologi yang digunakan RFID telah ada semenjak awal era 1920-an, sementara beberapa sumber lainnya menyatakan bahwa sistem RFID baru muncul sekitar akhir era 1960-an.
Sebuah teknologi yang lebih mirip, IFF Transponder, ditemukan oleh Inggris di tahun 1939, dan secara rutin digunakan oleh tentara sekutu di Perang Dunia II untuk mengidentifikasikan pesawat tempur kawan atau lawan. Transponder semacam itu masih digunakan oleh pihak militer dan maskapai penerbangan hingga hari ini.
Karya awal lainnya yang mengeksplorasi RFID adalah karya tulis ilmiah penting Harry Stockman pada tahun 1948 yang berjudul Communication by Means of Reflected Power (Komunikasi Menggunakan Tenaga Pantulan) yang terbit di IRE, halaman 1196–1204, Oktober 1948. Stockman memperkirakan bahwa "...riset dan pengembangan yang lebih serius harus dilakukan sebelum problem-problem mendasar di dalam komunikasi tenaga pantulan dapat dipecahkan, dan sebelum aplikasi-aplikasi (dari teknologi ini) dieksplorasi lebih jauh."
Paten Amerika Serikat nomor 3,713,148 atas nama Mario Cardullo di tahun 1973 adalah nenek moyang pertama dari RFID modern; sebuah transponder radio pasif dengan memori ingatan. Alat pantulan tenaga pasif pertama didemonstrasikan di tahun 1971 kepada Perusahaan Pelabuhan New York (New York Port Authority) dan pengguna potensial lainnya. Alat ini terdiri dari sebuah transponder dengan memori 16 bit untuk digunakan sebagai alat pembayaran bea.
Pada dasarnya, paten Cardullo meliputi penggunaan frekuensi radio, suara dan cahaya sebagai media transmisi. Rencana bisnis pertama yang diajukan kepada para investor di tahun 1969 menampilkan penggunaan teknologi ini di bidang transportasi (identifikasi kendaraan otomotif, sistem pembayaran tol otomatis, plat nomor elektronik, manifest [daftar barang] elektronik, pendata rute kendaraan, pengawas kelaikan kendaraan), bidang perbankan (buku cek elektronik, kartu kredit elektronik), bidang keamanan (tanda pengenal pegawai, pintu gerbang otomatis, pengawas akses) dan bidang kesehatan (identifikasi dan sejarah medis pasien).
Demonstrasi label RFID dengan teknologi tenaga pantulan, baik yang pasif maupun yang aktif, dilakukan di Laboratorium Sains Los Alamos di tahun 1973. Alat ini diperasikan pada gelombang 915 MHz dan menggunakan label yang berkapasitas 12 bit.
Paten pertama yang menggunakan kata RFID diberikan kepada Charles Walton di tahun 1983 (Paten Amerika Serikat nomor 4,384,288).
Nah "E-KTP" yang sekarang lagi hot tidak terlepas nantinya menerapkan RFID trus siapa yang bertanggung jawab terhadap server data RFID dari e-KTP rakyat indonesia.?? dimana kebebasan seseorang dan sistem siapa yang sekarang kita ikuti..?? hari ini e-ktp besok besok rakyat harus dan wajib pasang RFID di tubuhnya apa deh jadinya..!!
Sumber: Zahra Karina
Ancaman dan Kontrol dalam e-KTP
Diperintah berarti : pada setiap operasi dan setiap transaksi kita dicatat, didaftar, diurutkan, dipajaki, distempel, diukur, dinomori, ditaksir, disahkan, diizinkan, ditegur, dilarang, dirombak, dikoreksi, dihukum…
JP. Proudhon (General Idea of the Revolution in the Nineteenth Century)
Tahun 2011 ini penduduk Indonesia diperkenalkan dengan sebuah sistem baru dalam hal pendataan dan administrasi sipil. Selain lebih terpusat dari sebelumnya, pendataan ini juga diselaraskan dengan perkembangan teknologi canggih dan struktur masyarakat informasi. Kartu identitas diri atau Kartu Tanda Penduduk kini diformat secara digital (electronic-KTP).
Pemerintah mengumumkan bahwa e-KTP ini berfungsi menyimpan satu nomor identitas tunggal (unique identification) atau Nomor Induk Kependudukan yang nantinya akan menjadi rujukan untuk menerbitkan berbagai dokumen seperti paspor, SIM, nomor wajib pajak, polis asuransi, hingga sertifikat tanah.
Salah satu fitur penting dalam e-KTP ini adalah sistem penyimpanan data secara biometrik dan digital. Hal ini dimungkinkan berkat teknologi radio-frequency identification tagging atau RFID. e-KTP menggunakan sebuah memory chip yang dibenamkan dalam plat kartu berbahan polyester terephthalate.
Dalam chip tersebutlah informasi-informasi terpenting terkait data personal pemegang kartu disimpan dan bisa ditransfer, digandakan,
Informasi personal tersebut diambil melalui proses biometrik dengan memindai sidik jari dan retina mata disertai foto diri secara digital. Data biometrik tersebut disandingkan dengan biodata dan tanda tangan yang diisi secara manual melalui formulir resmi, lalu diinput secara digital dan kemudian diregister dengan sistem komputerisasi untuk menghasilkan penomoran NIK yang dikeluarkan secara tersentral. Semua data dan informasi tersebut disimpan dalam chip yang dapat memancarkan gelombang frekuensi tertentu sehingga bisa dikenali oleh detektor.
Bagi kebanyakan orang, sistem ini bukan menjadi masalah apa-apa. Seperti yang banyak diberitakan, masyarakat justru sangat antusias untuk mendapatkan kartu identitas canggih ini, sehingga rela antri berjam-jam hingga malam hari di kantor-kantor pemerintah untuk mengurus pembuatan kartu ini. Disamping karena membutuhkannya sebagai syarat dan akses pelayanan kebutuhan sehari-hari, masyarakat tidak menerima banyak informasi mengenai sisi lain dari penerapan sistem ini.
Kartu identitas menurut sejarahnya pertama kali digunakan di Prusia, Jerman di akhir abad 19. Sejak awal, tujuan dari penerbitan kartu identitas adalah untuk mengontrol masyarakat, memeriksa pembayaran pajak ke pemerintah, dan untuk keperluan wajib militer.
Penulis terkenal Victor Hugo cukup bagus menggambarkan situasi serupa di era Revolusi Perancis dalam novel Les Miserable’s. Hugo menampilkannya lewat Opsir Javert, seorang pejabat polisi fanatik, yang menginginkan agar teritori Paris juga dikontrol secara tidak langsung melalui pendataan penduduk. Tujuan : agar segala gerak-gerik dan dinamika populasi bisa diketahui sebagai informasi penting dalam mengamankan kekuasaan status quo. Paris saat itu tengah dilanda urbanisasi massal, yang selain menimbulkan ledakan populasi juga rawan aksi kriminal yang bisa menciptakan keresahan sosial. Bagi Opsir Javert, “Untuk mendeteksi ancaman, kita mesti memulainya dengan mendata mereka.”
Di era modern ini, terorismelah yang dijadikan isu untuk melegitimasi upaya-upaya kontrol dan pendisiplinan masyarakat. Salah satu argumen utama yang dibangun pemerintah dalam menerbitkan e-KTP ini adalah isu keamanan (terorisme), sehingga perlu dilakukan pendataan secara terpadu untuk menghindari aksi penggandaan atau pemalsuan identitas.
Tetapi argumen-argumen bahwa perapian administrasi berguna mencegah terorisme tentu saja tidak berdasar sama sekali. Selembar kartu tidak akan bisa mencegah terorisme, karena terorisme memiliki akar yang berbeda ketimbang ketiadaan identitas pelaku teror.
Yang harus ditekankan adalah bahwa yang utama dalam hal ini bukanlah pada selembar kartunya, melainkan pada upaya otoritas untuk meregister, mengidentifikasi dan mengontrol populasi. Kontrol terhadap populasi atau kehidupan sosial adalah kontrol struktur kuasa.
Disini, kekuasaan harus dimaknai lebih luas – tidak berhenti pada sebuah wilayah sosial yang spesifik dimana disiplin dan aturan diberlakukan, melainkan mesti pula mengandung analisa tentang regulasi atas populasi dalam kesehariannya, termasuk partisipasi individu dan seluruh populasi secara biologis dan anatomis dalam dimensi politik.
Tetapi populasi juga tidak bisa lagi dimaknai sekedar sebagai sekumpulan individu yang mendiami sebuah teritorial, melainkan sebuah mesin yang berfungsi memproduksi dan mereproduksi kesejahteraan (wealth), barang-barang dan pula individu-individu baru, dalam kehidupan sehari-hari. Relasi produksi dan reproduksi ini harus bisa dipastikan berjalan secara normal. Untuk keperluan itulah metode dan teknik kontrol dikembangkan, bahkan sampai pada titik ekstrim melalui proses internalisasi.
Pertemuan tersebut pada nantinya berkontribusi memapankan biopower – struktur kekuasaan yang mengatur kehidupan sosial dari dalam, untuk kemudian membuntuti, melacak, menyadap, menjejaki, memindai dan menerjemahkan serta menyerapnya, sehingga pada akhirnya setiap individu menerima, meyakini, mengaktifkan bahkan memberikan persetujuannya atas kekuasaan.
Penerapan e-KTP, dengan fitur utamanya berupa chip yang berisi informasi biometrik (sidik jari, retina mata) yang tersentralisir dan terintegrasi, merupakan salah satu langkah agresif dalam mengintensifkan dan menajamkan struktur dan fungsi kuasa ke dalam individu maupun populasi secara keseluruhan. Ke depan, kecenderungan ini dapat mendorong kita menjadi negara-polisi (police-state), dimana segala sesuatunya dalam kehidupan sosial, berada dalam kontrol dan kendali pengawasan ketat negara.
Informasi-informasi personal dan privat tersebut tidak saja dapat digunakan untuk tujuan komersil seperti misalnya riset psikografi dan marketing, namun juga untuk tujuan-tujuan politis yang bertujuan melindungi kekuasaan. Bersamaan dengan makin berkembangnya instalasi kamera pengintai (CCTV) di sudut-sudut kota dan tempat umum, satelit, perangkat lunak dan teknologi pengidentifikasian, ditambah aturan formal seperti UU Intelijen yang baru saja diteken, ke depan negara lebih mudah mengidentifikasi siapapun yang dituduh menjadi ancaman bagi keamanan. Mereka bisa dengan lebih mudah mendeteksi siapa saja yang berada dalam kerumunan sebuah protes sosial, bahkan di tempat-tempat umum, melalui kamera yang bisa mendeteksi retina mata. Tentu saja, pemisalan tersebut dapat terus bertambah dan berkembang.
Ini merupakan ancaman serius bagi kebebasan dan perubahan sosial !
Sumber: kontinum.org